Sabtu, 03 Januari 2015

ARTIKEL ILMIAH

PENJERAPAN DAN FENOMENA TRANSPORT Cd2+ PADA ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes (Mart) Solms)
 
      Pencemaran di perairan antara lain disebabkan oleh logam berat dari unsur kadmium 
 (Cd). Polutan ini berasal dari beberapa sumber antara  lain sumber alami, pertambangan dan
 industri. Diberbagai industri Cd dipakai sebagai komponen pelapis/pencampur logam, patri
alumunium, pembuatan klise,amalgama dalam kedokteran gigi, pemrosesan foto berwarna,
 pewarna porselin,  industri  gelas,  industri  keramik,  sebagai  foto  konduktor,  sebagai 
foto elektrik,  sebagai  bahan  pencampur  pigmen,  sebagai  campuran  pupuk fosfat,  sabun, 
 tekstil, kertas, karet, tinta cetak, kembang api, anthelminthes bagi babi dan ayam, obat 
syphilis dan TBC  (Berman  1980,  Soemirat  2005). 
      Dengan  meningkatnya  industrialisasi,  terjadilah kenaikan konsentrasi substansia logam
berat Cd di  badan perairan, sehingga memungkinkan dapat tercapainya tingkat konsentrasi
toksis bagi kehidupan akuatik; dan berpotensi sebagai polutan berbahaya.
      Kadmium membahayakan  kesehatan melalui rantai makanan.  Hewan dengan mudah
menjerap  kadmium  dari  makanan;  dan  terakumulasi  dalam jaringan seperti  ginjal,  hati 
 dan alat-alat  reproduksi  (Duffus  1980,  Withgott 2007).Menurut  Mailman  (1980)  dan 
 Wisnu (2001),  logam  berat  Cd diadsorpsi dalam  bentuk  ion-ion  garam  Cd  terlarut.  Di 
 dalam  lingkungan akuatik, suatu kontaminan masuk ke dalam jaringan organisme 
autotrof  dengan cara adsorpsi.
       Sehubungan  dengan  hal  tersebut,  maka  penanggulangan  limbah  Cd  di lingkungan
 perairan  harus  diusahakan  agar  lingkungan  tersebut  terjaga kualitasnya,sehingga  dapat
mendukung semua kehidupan organisme didalamnya.  Eceng gondok (Eichhornia crassipes,
(Mart.)  Solms)  merupakan tumbuhan  air  yang  dapat  digunakan  untuk  pembersihan  limbah
pada\ umumnya  dan  limbah  Cd  pada  khususnya. kemampuan  eceng  gondok dalam
menjerap  logam  berat  telah banyak dilakukan,  antara lain oleh  Hasim (2000)terhadap
logam Pb dengan hasil pada hari ketujuh kadar logam Pb menurun  sebesar 96,4 % pada 
perlakuan dengan satu rumpun eceng gondok  dan  menurun  sebesar  99,7  %  pada 
perlakuan  dengan  tiga  rumpun eceng  gondok.
        Sebagaimana dikatakan oleh Fitter dan Hay (l99l) bahwa konsentrasi polutan di suatu
 tempat tergantung pada sejumlah besar faktor-faktor lingkungan termasuk jarak dari sumber
polutan,  topografi,  curah  hujan, radiasi  matahari,  arah  dan kecepatan  angin.  Lebih lanjut
dikatakan  bahwa akar  merupakan  bagian tanaman yang  dapat  melakukan  lokalisasi 
(ekstraseluler)  terhadap  senyawa toksik karena  bagian  akar mempunyai toleransi  inheren 
yang  tinggi dibandingkan  bagian  ujung  tanaman. Dikatakan pula bahwa ion toksik non 
esensiil terutama Fe dan Cd disimpan di dalam akar.
         Ion Cd2+ tersebar  merata  di seluruh bagian tanaman, baik di akar, batang maupun
daun. Fenomena ini menunjukkan bahwa ion Cd2+ mengalami transport dari akar menuju ke
batang dan daun, mengikuti  transport unsur hara  bersama air.Terjadinya  traslokasi / transport 
dari  akar  menuju  ke  daun dimungkinkan oleh adanya  proses  difusi,osmosis  dan  adanya 
daya  kapilaritas  serta  daya  isap daun  dan tekanan akar. Fitter dan  Hay  (l991)
mengatakan  pula bahwa ion toksik yang masuk ke dalam tubuh  tanaman  akan  berikatan 
dengan  enzim-enzim pengikat  ion  toksik  membentuk  suatu kelat.
          Kemungkinan akibat  pengikatan fraksi  pektik  dari dinding sel, ion toksik akan 
masukdalam  tanaman.  Sekali  ion  melintasi  plasmolemma  maka  ion akan  menyebar 
merata ke bagian atas  sehingga sampai  ke daun.Penekanan keaktifan ion toksik  secara
kimiawi dengan jalan membentuk kompleks dengan  malat, sehingga ion toksik berkurang
keaktifannya.  Hal ini biasa terjadi pada tumbuhan yang resisten terhadap logam berat.
 
         Woolhouse  (1983) mengatakan bahwa tumbuhan dapat menjadi resisten terhadap ion
toksik karena:
a. Faktor genetis
Resistensi genetis terjadi karena adanya satu allel  atau lebih menjadi resisten pada tingkat
populasi gulma di lapangan, sehingga  gen  toleran pada senyawa toksik akan muncul di
alam.
b.  Persaingan inter species
Tumbuhan liar akan lebih tahan terhadap ion toksik dibandingkan tumbuhan  yang telah
mengalami seleksi. Hal  ini disebabkan  adanya proporsi perkecambah-an  biji pada suatu
waktu, laju perkecambahan, keberhasilan dalam adaptasi dengan lingkungan, perbedaan
fisiologis dalam laju pertumbuhan.
         Fitter  dan  Hay  (1991)  dan  Miller  (2007),  mengemukakan  bahwa tumbuhan yang
 tumbuh pada lingkungan dengan konsentrasi ion toksik yang tinggi akan mengadakan respon
terhadap ion toksik tersebut dengan jalan:
a.  Ameliorasi (penanggulangan), tanaman kemungkinan menjerap ion toksik tersebut, tetapi tumbuhan  bertindak  sedemikian  rupa  untuk  meminimumkan  pengaruhnya,  misalnya dengan pem-bentukan kelat (chelation), pengenceran, lokalisasi, eksresi.
b.  Toleransi,  tanaman  dapat  mengembang-kan  sistem  metabolisme  yang  dapat  berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, dengan jalan pengikatan molekul enzim.
c.  Eksklusi,  tanaman  dapat  mengenal  ion  yang  toksik  dan  mencegah  agar  tidak  terambil sehingga tidak mengalami toksisitas/keracunan.
d.   Penghindaran  (escape)  fenologis,  apabila  stress  yang  terjadi  pada  tanaman  bersifat musiman, tanaman menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sangat cocok saja.
         Keempat respon tersebut yang terkait erat dengan fenomena penjerapan ion toksik 
 adalah ameliorari (penanggulangan).  Ameliorasi dilakukan  jika  tumbuhan tidak mungkin
menyingkirkan  ion  toksik.  Apabila konsentrasi  internal  harus  dihadapi  ion-ion  akan
dipindahkan  dari  tempat sirkulasi  dengan  beberapa  jalan,  atau  menjadi  toleran  dalam
sitoplasma.Menurut  Fitter  dan  Hay  (1991)  dan  Withgott  (2007)  ada  empat kemungkinan 
yang akan dilakukan tanaman, antara lain:
a.   Lokalisasi (ekstra seluler atau intra seluler),
Peristiwa  ini  pada  umumnya  terjadi  di  dalam  akar,  karena  bagian  akar mempunyai
toleransi  inheren  yang  tinggi  dibanding  bagian  ujung  tanaman.Logam  yang
diakumulasikan  di dalam akar misalnya:  Cu, Zn, Mn. Sedangkan ion toksik non esensiil
terutama  Fe,  Cd  disimpan  di  dalam  akar.  Ion  toksik yang  diserap  tanaman,  dengan
adanya enzim-enzim yang mengikat ion toksik,akan berikatan membentuk  kelat. Bukti kuat 
 lokalisasi  ekstra seluler adalah konsentrasi suatu ion jauh lebih tinggi diketemukan di dalam
akar, dibandingkan dibagian ujung tanaman.
Akibat pengikatan fraksi  pektik dari  dinding sel, ion toksik  akan masuk
dalam tanaman. Apabila ion-ion ditempatkan di luar sirkulasi umum, ion toksik
harus diakumulasi dalam kompartemen tertentu di dalam sel. Begitu  ion melintasi
plasmolemma  maka ion akan menyebar merata ke bagian atas, sebagai  contoh
Pb  pada  tanaman  jagung  diakumulasi  dalam  gelembung  dictysom,  Zn
diakumulasi dalam  vocuola pada tanaman.  Penekanan keaktifan ion toksik
secara kimia dengan  membentuk  kompleks  dengan  malat,  sehingga  ion
toksik  berkurang keaktifannya.
b.  Dilusi (pengenceran).
Mekanisme  ini  berupa  penambahan  kandungan  air  sel,  cara  ini  merupakan mekanisme
ketahanan yang kurang praktis karena bersifat sementara bagi tanaman.
c.     Ekskresi
Proses  ini  ditandai  dengan  hilangnya  suatu  organ  yang  menjadi  jenuh dengan  toksin,
dengan jalan daun menjadi cepat tua, dan rontok.
d.   Inaktivasi secara kimia.
Pada  peristiwa  ini,  ion  ada  dalam  bentuk  kombinasi  sehingga  toksisitasnya
berkurang.
        Tumbuh-tumbuhan yang resisten terhadap logam berat mempunyai kadar logam berat
pada daun, batang dan akarnya seperti tanaman  yang normal lainnya.Selama ion toksik  
didalam tumbuhan tidak dapat  didetoksifikasi,  maka tumbuhan mengalami adaptasi lain
untuk mengatasinya.  Berbagai  kejadian  menunjukkan bahwa  bentuk  logam  merupakan 
suatu kompleks  yang  tidak  menyebabkan kerusakan  pada  dinding  sel  atau  vakuola. 
Dengan demikian  apabila  ion  toksik ada  di  dalam  tumbuhan,  maka  tumbuhan  akan 
berusaha membentuk senyawa kompleks dengan ion toksik, sehingga menjadikan ion  toksik
tersebut tidak toksik lagi atau berkurang keaktifannya (Widowati, 2000).

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar