PENJERAPAN DAN FENOMENA TRANSPORT
Cd2+ PADA ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes (Mart) Solms)
Pencemaran di perairan antara lain disebabkan oleh logam berat dari unsur kadmium
(Cd). Polutan ini berasal dari beberapa sumber antara lain sumber alami, pertambangan dan
industri. Diberbagai industri Cd dipakai sebagai komponen pelapis/pencampur logam, patri
alumunium, pembuatan klise,amalgama dalam kedokteran gigi, pemrosesan foto berwarna,
pewarna porselin, industri gelas, industri keramik, sebagai foto konduktor, sebagai
foto elektrik, sebagai bahan pencampur pigmen, sebagai campuran pupuk fosfat, sabun,
tekstil, kertas, karet, tinta cetak, kembang api, anthelminthes bagi babi dan ayam, obat
syphilis dan TBC (Berman
1980, Soemirat 2005).
Dengan meningkatnya industrialisasi, terjadilah kenaikan konsentrasi substansia logam
berat Cd di badan perairan, sehingga memungkinkan dapat tercapainya tingkat konsentrasi
toksis bagi kehidupan akuatik; dan berpotensi sebagai polutan berbahaya.
Kadmium membahayakan kesehatan melalui rantai makanan. Hewan dengan mudah
menjerap kadmium dari makanan; dan terakumulasi dalam jaringan seperti ginjal, hati
dan alat-alat reproduksi (Duffus 1980, Withgott 2007).Menurut Mailman
(1980) dan
Wisnu (2001), logam berat Cd diadsorpsi dalam bentuk ion-ion
garam Cd terlarut. Di
dalam lingkungan akuatik, suatu kontaminan masuk ke dalam jaringan organisme
autotrof dengan cara adsorpsi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penanggulangan limbah Cd di lingkungan
perairan harus diusahakan agar lingkungan tersebut terjaga kualitasnya,sehingga dapat
mendukung semua kehidupan organisme didalamnya. Eceng gondok (Eichhornia crassipes,
(Mart.) Solms) merupakan tumbuhan air
yang dapat digunakan untuk pembersihan limbah
pada\ umumnya dan limbah Cd pada khususnya. kemampuan eceng gondok dalam
menjerap logam berat telah banyak dilakukan, antara
lain oleh Hasim (2000)terhadap
logam Pb dengan hasil pada hari ketujuh kadar logam Pb menurun sebesar
96,4 % pada
perlakuan dengan satu rumpun eceng gondok dan menurun sebesar 99,7
% pada
perlakuan dengan tiga rumpun eceng gondok.
Sebagaimana dikatakan oleh Fitter dan Hay (l99l) bahwa konsentrasi polutan di suatu
tempat tergantung pada sejumlah besar faktor-faktor lingkungan termasuk jarak dari sumber
polutan, topografi, curah hujan, radiasi matahari, arah dan kecepatan angin. Lebih lanjut
dikatakan bahwa akar merupakan bagian tanaman yang dapat melakukan lokalisasi
(ekstraseluler) terhadap senyawa toksik karena bagian akar mempunyai toleransi inheren
yang tinggi dibandingkan bagian ujung tanaman. Dikatakan pula bahwa ion toksik non
esensiil terutama Fe dan Cd disimpan di dalam akar.
Ion Cd2+ tersebar merata di seluruh bagian tanaman, baik di akar, batang maupun
daun. Fenomena ini menunjukkan bahwa ion Cd2+ mengalami transport dari akar menuju ke
batang dan daun, mengikuti transport unsur hara bersama air.Terjadinya traslokasi /
transport
dari akar menuju ke daun dimungkinkan oleh adanya proses difusi,osmosis dan adanya
daya kapilaritas serta daya isap daun dan tekanan akar. Fitter dan Hay
(l991)
mengatakan pula bahwa
ion toksik yang
masuk ke dalam tubuh tanaman akan berikatan
dengan enzim-enzim pengikat ion toksik membentuk suatu kelat.
Kemungkinan akibat pengikatan fraksi pektik dari dinding sel, ion toksik akan
masukdalam tanaman. Sekali ion melintasi plasmolemma maka ion akan menyebar
merata ke bagian atas sehingga sampai ke daun.Penekanan keaktifan ion toksik secara
kimiawi dengan jalan membentuk kompleks dengan malat, sehingga ion toksik berkurang
keaktifannya. Hal ini biasa terjadi pada tumbuhan yang resisten terhadap logam berat.
Woolhouse (1983) mengatakan bahwa tumbuhan dapat menjadi resisten terhadap ion
toksik karena:
a. Faktor genetis
Resistensi genetis terjadi karena adanya satu allel atau lebih menjadi resisten pada tingkat
populasi gulma di lapangan, sehingga gen toleran pada senyawa toksik akan muncul di
alam.
b. Persaingan
inter species
Tumbuhan liar akan lebih tahan terhadap ion toksik dibandingkan tumbuhan yang telah
mengalami seleksi. Hal ini disebabkan adanya proporsi perkecambah-an biji pada suatu
waktu, laju perkecambahan, keberhasilan dalam adaptasi dengan lingkungan, perbedaan
fisiologis dalam laju pertumbuhan.
Fitter dan Hay
(1991) dan Miller
(2007), mengemukakan bahwa tumbuhan
yang
tumbuh pada lingkungan dengan konsentrasi ion toksik yang tinggi akan mengadakan respon
terhadap ion toksik tersebut dengan jalan:
a. Ameliorasi (penanggulangan), tanaman kemungkinan menjerap ion toksik tersebut, tetapi tumbuhan bertindak sedemikian rupa untuk meminimumkan pengaruhnya, misalnya dengan pem-bentukan kelat (chelation), pengenceran, lokalisasi, eksresi.
b. Toleransi, tanaman dapat mengembang-kan sistem metabolisme yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, dengan jalan pengikatan molekul enzim.
c. Eksklusi, tanaman dapat mengenal ion
yang toksik dan mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas/keracunan.
d. Penghindaran (escape)
fenologis, apabila stress
yang terjadi pada tanaman bersifat musiman, tanaman menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sangat cocok saja.
Keempat respon tersebut yang terkait erat dengan fenomena penjerapan
ion toksik
adalah ameliorari (penanggulangan). Ameliorasi dilakukan jika tumbuhan tidak mungkin
menyingkirkan ion toksik. Apabila konsentrasi internal
harus dihadapi ion-ion
akan
dipindahkan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan, atau menjadi toleran dalam
sitoplasma.Menurut Fitter
dan Hay
(1991) dan Withgott (2007)
ada empat kemungkinan
yang akan dilakukan tanaman, antara lain:
a. Lokalisasi (ekstra seluler atau intra seluler),
Peristiwa ini pada umumnya terjadi di dalam akar, karena bagian akar mempunyai
toleransi inheren yang tinggi dibanding bagian ujung tanaman.Logam yang
diakumulasikan di dalam akar misalnya: Cu, Zn, Mn. Sedangkan ion toksik non esensiil
terutama Fe, Cd disimpan di dalam akar. Ion toksik yang diserap tanaman, dengan
adanya enzim-enzim yang mengikat ion toksik,akan berikatan membentuk kelat. Bukti kuat
lokalisasi ekstra seluler adalah konsentrasi suatu ion jauh lebih tinggi diketemukan di dalam
akar, dibandingkan dibagian ujung tanaman.
Akibat pengikatan fraksi pektik dari dinding sel, ion toksik akan masuk
dalam tanaman. Apabila ion-ion ditempatkan di luar sirkulasi umum, ion toksik
harus diakumulasi dalam kompartemen tertentu di dalam sel. Begitu ion melintasi
plasmolemma maka
ion akan menyebar merata ke bagian atas, sebagai contoh
Pb pada tanaman jagung diakumulasi dalam gelembung dictysom, Zn
diakumulasi dalam vocuola pada tanaman. Penekanan keaktifan ion toksik
secara kimia dengan membentuk kompleks dengan malat, sehingga ion
toksik berkurang keaktifannya.
b. Dilusi (pengenceran).
Mekanisme ini berupa penambahan kandungan air sel, cara ini merupakan mekanisme
ketahanan yang kurang praktis karena bersifat sementara bagi tanaman.
c. Ekskresi
Proses ini ditandai dengan hilangnya suatu organ
yang menjadi jenuh dengan toksin,
dengan jalan daun menjadi cepat tua, dan rontok.
d. Inaktivasi secara kimia.
Pada peristiwa ini, ion ada dalam bentuk kombinasi sehingga toksisitasnya
berkurang.
Tumbuh-tumbuhan
yang resisten terhadap logam berat mempunyai kadar logam berat
pada daun, batang dan akarnya seperti tanaman yang normal lainnya.Selama ion toksik
didalam tumbuhan tidak dapat didetoksifikasi, maka tumbuhan mengalami adaptasi lain
untuk mengatasinya. Berbagai kejadian menunjukkan bahwa bentuk logam merupakan
suatu kompleks yang tidak menyebabkan kerusakan pada dinding sel atau vakuola.
Dengan demikian apabila ion toksik ada di dalam tumbuhan, maka tumbuhan akan
berusaha membentuk senyawa kompleks dengan ion toksik, sehingga menjadikan ion toksik
tersebut tidak toksik lagi atau berkurang keaktifannya (Widowati, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar